RSS2.0

Evaluasi Sumber Daya Air yang Ada di Wilayah Kota Semarang

Jumat, 18 November 2011

Seluruh wilayah Semarang yang secara geografis terletak pada koordinat 110˚16’20”-110˚30’29” BT dan 6˚55’34”-7˚07’04” LS dengan luas daerah sekitar 391.2 km2. Wilayah kota Semarang sebagaimana daerah lain di Indonesia juga beriklim Tropis terdiri dari musim kemarau dan musim penghujan yang silih berganti sepanjang tahun. Besarnya rata-rata curah hujan tahunan wilayah Semarang sekitar 2000-3000 mm/tahun, sedangkan curah hujan rata-rata bulanan berdasarkan data tahun 1994-1998 berkisar antara 58-338 mm/bulan. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Oktober-April dengan curah hujan antara 176-338 mm/bulan, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Mei-September dengan curah hujan antara 58-131 mm/bulan.

Pada umumnya beberapa daerah di Semarang pada musim kemarau mengalami krisis air bersih, penyebabnya yaitu suplai air bersih di PDAM Semarang macet. Selain itu air tanah sumur artesis juga berkurang bahkan ait tanah di Semarang juga mengalami penurunan 5 liter/tahun.

Penyebab semakin berkurangnya air tanah antara lain adanya sumur-sumur artesis yang relatif banyak, sementara air hujan selama musim penghujan tidak mampu mengisi air tanah di daerah perkotaan yang padat penduduk, rumah berdesakan, gedung-gedung menjulang, jalan aspal, permukaan tanah yang penuh beton menghalangi air hujan masuk ke tanah sehingga air hujan terhalang masuk ke selokan/sungai.

Semarang secara tipografi merupakan daerah yang sangat baik, memiliki dataran tinggi (Semarang atas) dan dataran rendah (Semarang bawah). Keadaan seperti ini sangat menguntungkan dilihat dari berbagai hal, terutama berkaitan dengan sumber air bersih dan distribusi air hujan. Namun juga dapat menjadi hal buruk bila pengelolaan tata guna lahan tidak tepat. Secara morfologi Kota Semarang terbagi dalam area berikut :

] Dataran

Merupakan punggung lereng perbukitan dengan kemiringan 0-3% dengan area penyebaran 164.9 km2 atau sekitar 42.36%.

] Daerah bergelombang

Merupakan punggungan, kaki bukit dan lembah sungai dengan kemiringan 3-9% dengan area penyebaran 68.09 km2 atau sekitar 17.36%.

] Perbukitan berlereng landai

Merupakan kaki dan punggungan perbukitan dengan kemiringan 10-15% dengan area penyebaran 73.31 km2 atau sekitar 18.84%.

] Perbukitan berlereng agak terjal

Merupakan lereng dan puncak perbukitan dengan kemiringan 15-30% dengan area penyebaran 57.91 km2 atau sekitar 14.8%.

] Perbukitan berlereng terjal

Merupakan lereng dan puncak perbukitan dengan kemiringan 30-50% dengan area penyebaran 17.47 km2 atau sekitar 4.47%.

] Perbukitan berlereng sangat terjal

Merupakan lereng bukit dan tebing sungai kemiringan 50-70% dengan area penyebaran 2.26 km2 atau sekitar 0.58%.

] Perbukitan berlereng curam

Merupakan tebing sungai dengan kemiringan >70% dengan area penyebaran 6.45 km2 atau sekitar 1.65%.

Dari tipografi daerah Semarang tersebut, di Semarang terdapat banyak sungai, misalnya sungai Kaligarang, sungai Babon, sungai Kalitenggang dan sungai-sungai kecil lainnya. Sungai-sungai tersebut dapat dijadikan sumber air bersih dan sekaligus mengalirkan tumpahan air hujan langsung ke laut. Namun di Semarang, pengelolaan sungai-sungai tersebut tidak maksimal.

PDAM Semarang yang mengelola air sungai untuk kepentingan suplai air bersih masyarakat mengalami kesulitan karena debit sumber air mengalami penurunan karena daya serapan tanah pun ikut menurun. Konsumsi perkapita penduduk perkotaan mencapai 100liter/orang/hari. Dengan kebutuhan debit air sekitar 600 liter/detik harus dipenuhi.

Penyebab penurunan debit air di sungai Kaligarang besar kemungkinan karena pengalihan lahan dan kerusakan lingkungan di DAS sungai tersebut. Lahan-lahan yang pada tahun 1980-an masih berupa ladang, sawah, dan ladang sekarang berubah menjadi perumahan, lapangan golf, gedung-gedung pabrik dan perkantoran.

Untuk mengantisipasi penurunan sumber air tersebut perlu adanya gerakan hijau dan pengaturan tata guna lahan yang tepat di daerah Semarang atas yaitu di kecamatan Gunung Pati, Banyumanik, Gajah Mungkur, Tembalang dan Mijen yang merupakan daerah aliran sungai (DAS) oleh karena itu harus ada penataan tata guna lahan yang memperhatikan konservasi lingkungan secara mendasar.

0 komentar: