“Dik, jangan gegabah seperti itu, pikirkan dulu masak-masak dampaknya kelak.
Sayang jika kau nodai apa yang sudah dengan susah payah kau bangun dan bina
selama ini. Bersabarlah, saatnya pasti akan tiba. Saat yang telah diputuskan
Allah sejak kau dalam rahim ibumu. Pada hari yang dijanjikan itu, pasti akan
bersua jua dirimu dengannya.”
“Adik sudah cukup lelah bersabar, kak.
Sampai kapan adik harus menunggu? Sementara detik demi detik terus berpacu, adik
sudah tidak muda lagi sekarang”
“Semua wanita memiliki fitrah yang sama,
ingin segera membina sebuah keluarga. Tapi jodoh itu kan Allah yang mengatur.
Kau tidak sendiri, dik! Masih banyak saudari-saudarimu yang usianya jauh lebih
tua darimu juga belum diperkenankan Allah untuk memikul amanah itu. Kau sendiri
tahu kan berapa umur kakak ketika menikah...”
“Ya, kalau pada akhirnya
happy ending seperti kakak...Kak, semua saudara seperjuangan juga sudah angkat
tangan membantu mempertemukan adik dengan laki-laki pilihan itu, terus apa nggak
boleh kalau kemudian adik berusaha sendiri?”
“Adikku sayang, bukan
berarti kau tidak boleh mencari sendiri. Tapi kecenderungan rasa kita pada
seseorang biasanya akan membutakan mata hati kita karena semua yang ada pada si
dia akan terlihat begitu indah tanpa cela. Cukuplah kakak yang mengalaminya.
Ingat, dik, sesal itu selalu datang diakhir cerita”
“Tapi laki-laki dari
kantor pusat itu orang baik, kak! Dia rajin sholat, santun dan ikut pengajian
rutin. Menurut teman-temanku sih begitu...”
“Teman-temanmu yang mana?
Teman-teman kantor yang kau bilang biasa dugem di kafe-kafe sampai pagi? Sudah
berapa kali kakak bilang jauhi mereka! Dan laki-laki itu, apakah bisa disebut
laki-laki baik kalau dia tak pernah absen mengirim puisi-puisi sentimentil
untukmu? Jangan-jangan dia juga biasa mengirim puisi-puisi itu ke
perempuan-perempuan lain. Atau gara-gara dia selalu mengirim sms untuk
mengingatkanmu sholat, lalu kau anggap dia itu laki-laki baik? Ironisnya,
mengapa dia tidak mengirim sms yang sama kepada teman-temanmu yang lain supaya
mereka juga ingat sholat...”
“Ah, pasti kakak mau bilang bahwa dia bukan
laki-laki yang tepat untuk adik, kan? Kak, yang namanya laki-laki sholeh itu
jauuuuh...jauh di ujung laut sana. Kalaupun dia mau berlabuh, pasti akan memilih
dermaga yang bagus. Dermaga yang cantik, pintar, kaya, tinggi, putih bersih,
dst...dst! Kalau seperti aku dengan tampang cuma nilai enam, IQ standar, pegawai
biasa dan kulit sawo kematangan sih nggak bakal masuk hitungan. Waiting listnya
kepanjangan, kak!”
“Ya, berusaha dong menjadi dermaga yang bagus.
Dermaga yang bagus kan nggak selalu dengan kriteria seperti itu. Perbaiki
dermagamu dengan mempercantik akhlak, memperbanyak ibadah, meningkatkan potensi
diri, dengan izin Allah pasti akan ada yang berlabuh juga.”
“Kakak nggak
ngerti sih. Siapa sih yang nggak mau berjodoh dengan laki-laki pilihan yang
punya tujuan hidup sama dengan kita. Laki-laki sholeh, yang akan membimbing
istri dan anak-anak ke surga...Kalaulah pada akhirnya adik berjodoh dengan
laki-laki yang “biasa-biasa saja”, bukan sesuatu yang nggak mungkin kan kalau
adik yang justru membimbing dia ke arah sana?”
“Dik, kakak sangat
mengerti kegundahan hatimu, karena kakak pernah mengalami masa-masa usia krisis
sepertimu. Dalam keputus-asaan, kakak mencoba mencari si dia dengan cara kakak
sendiri, tabrak sana sini. Kakak pun dulu mempunyai prinsip yang sama denganmu,
bertekat akan bimbing si dia menjadi laki-laki yang sholeh. Mencari-cari waktu
agar sering bersama, mengenalkan si dia lebih jauh dengan Islam. Meski tak
pernah dijamah, tapi itu namanya sudah berdua-duaan, berkhalwat! Toh, semua
berakhir mengecewakan, si dia tak seperti yang kakak harapkan. Mudahnya
berpaling ke perempuan lain, karena dengan kakak banyak yang tak bolehnya.
Begitu seterusnya, beberapa bahkan ada yang sudah ikut pengajian rutin sebelum
kenal dengan kakak. Mereka sempat membuat hari-hari kakak begitu berbunga-bunga,
sekaligus menderita! Karena semua bunga itu semu, dan tak akan pernah menjadi
buah. Kakak merasa lelah, capek! Ternyata apa yang kakak harapkan dengan
melanggar takdir itu pun tak pernah membuahkan hasil. Kakak telah mencoreng muka
sendiri, hina rasanya dimata Allah, dan malu dengan teman-teman seperjuangan.
Tapi Allah Maha Pemurah dan Penyayang, Allah mengirimkan seorang laki-laki
pilihanNya, seorang yang begitu baik untuk kakak. Ketahuilah dik, rasa bersalah
itu tidak pernah hilang, meski si Abang ikhlas dan mau mengerti dengan “story”
kakak sebelum menikah dengannya.”
“Lalu adik harus bagaimana mengisi
hari-hari sendiri, kak? Hampa rasanya, ilmu-ilmu yang adik terima tentang
membina rumah tangga sakinah, tentang mendidik dan membina anak, semua itu hanya
tinggal sebuah teori indah dalam khayal. Mubazir, karena nggak jelas kapan akan
dipraktekkan. Bagaimana jika sampai akhir hayat adik ditakdirkan tetap sendiri,
karena laki-laki pilihan itu tak kunjung datang?”
“Adikku sayang,
percayalah pada takdir Allah dan bersabarlah. Mungkin Allah belum mengabulkan
doa-doamu karena belum kau panjatkan dengan segenap kepasrahan, belum kau lepas
keangkuhanmu karena kau berusaha menerjang ketetapanNya yang berlaku bagimu.
Mungkin juga belum kau tinggalkan segala hal yang mendekati kemaksiatan. Itulah
yang menjauhkan terkabulnya doa-doa kita,dik. Ketahuilah jika Allah memang
berkehendak, jodoh adik bisa datang tanpa disangka dan diduga. Akan tetapi jika
kehendak Allah sebaliknya, Insya Allah, itulah hal terbaik yang ditetapkan Allah
bagi dirimu. Mungkin, Allah berkehendak memperjodohkan adik dengan bidadarinya
di surga kelak ”
***
“Saya terima nikahnya Muthmainnah
binti Syaiful dengan mas kawin....”
“Alhamdulillah,ya Allah... Kak, hari
yang dijanjikan itu akhirnya datang juga. Laki-laki pilihan itu kini mengikat
janji untuk berlabuh di dermagaku...”
“Subhanallah! Biarkan bulir-bulir
bahagia itu luruh di matamu,dik. Kakak bangga, kesabaran adik pada akhirnya
berbuah kebahagiaan. Kesucian dermagamu telah kau jaga dengan baik, dan hanya
kau peruntukkan bagi laki-laki sholeh yang mulai saat ini akan menemanimu
menempuh bahtera kehidupan, dunia akhirat. Barokallah, semoga Allah memberkatimu
dan memberikan berkah atas kamu serta menyatukan kalian berdua dalam kebaikan,
adikku sayang...”
Jaga Dermagamu, Dik!
Jumat, 04 Januari 2013
Diposting oleh
Mhd. Amar Faiz, A.Md.
di
04.59
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar